Saya mengira jika di zaman modern seperti sekarang, tak ada lagi manusia yang mau dicap ketinggalan arus teknologi. Mengikuti perkembangan teknologi sudah menjadi semacam lifestyle, bahkan tak sedikit manusia tanpa sadar telah menjadi budaknya.

Tapi, suami saya berbeda! Komputernya dibeli saat pertama kali pentium 4 muncul di pasaran, monitornya sudah kedap-kedip kadang mati kadang hidup, namun tetap saja menjadi benda kesayangannya. Sampai akhirnya suami saya menyerah juga ketika komputer itu say goodbye setelah mengalami pukulan bertubi-tubi karena dipaksa menyala. Namun ternyata, hahah…penggantinya sama persis (sekali lagi, sama persis!) dengan komputernya yang dulu, itupun karena seseorang merelakan komputer itu dengan gratis karena tidak terpakai.

Lebih tragis lagi ponselnya. Mungkin terlalu keren kalau saya sebut “ponsel”, lebih pas dipanggil “telpon genggam” karena benda itu butuh digenggam kuat-kuat agar bisa berfungsi dengan baik. Layarnya masih hitam putih, monophonic, dan usianya sudah uzur seperti kakek tua yang sedang sekarat. Awalnya nada deringnya menghilang, disusul layarnya yang tak lagi menampilkan apa-apa kecuali warna abu-abu. Kosong, tanpa gambar atau tulisan!

“Kak, ganti aja!” Saya sampai memelas pun tak mendapat jawaban kecuali jawaban yang sama. “Banyak kenangan di hape ini, susah diganti!”

Terus terang saya menghargai pendpatnya, tapi sekarang benda itu benar-benar sekarat, fungsinya sudah tak ada lagi! Suami saya telah naik haji beberapa kali, dapat temus lebih satu kali, tapi sebuah Hp baru tak pernah terlintas untuk dibelinya. Suami saya sanggup membelikan saya sebuah LCD, namun untuk sebuah ponsel baru dirinya seperti kehabisan uang. Benda itu telah benar-benar seperti kekasih gelapnya, karena telah ada jauh hari sebelum saya menikah dengannya. Hahah… (cemburu sama benda mati!)

Dua hari lagi suami saya merayakan miladnya. Usianya yang kepala tiga seharusnya mendapat perawatan lebih, perhatian lebih, dan sebuah hape baru yang layak untuk dipakainya. Sayang sekali, saya tak punya penghasilan sendiri kecuali beasiswa yang sedikit. Saya juga gengsi minta pada suami (itu bukan kado namanya!). Kalau mengumpulkan uang hasil lomba menulis, sepertinya masih jauh dari nilai uang untuk sebuah telpon genggam. Bulan ini dua kali saya dapat uang hasil kerja pena, namun hiks…masih saja tak cukup! Tapi karena saya adalah istri yang biasa, tapi juga tidak terlalu biasa (maksudnya apa ya? Heheh), tekad saya sudah di ubun-ubun, ultah kali ini Yayangku harus dapat kado ponsel!

Saya akhirnya pinjam uang dulu, hehe, baru kali ini loh saya berutang! Saya pasti membayarnya saat beasiswa sudah diterima dan semoga ada lagi lomba menulis yang berbaik hati memberi saya uang (amin dong!).

Di toko ponsel, dengan pede saya sampai bertanya apakah ada ponsel merek nokia yang paling murah? Hahahh…malu sudah pasti, tapi mau bagaimana lagi! Ternyata ada! Kyaaa…senang sekali saya, harganya murah meriah tapi bukan bajakanlah heheh…soalnya ada garansinya dan yang penting bisa berfungsi! Suami saya memang fans fanatik nokia, tak mau berpaling ke lain merek!

Saya pulang kelelahan dengan kaki bengkak, saya pura-pura bilang kalau tadi di jalan macet sekali (padahal…habis keliling cari ponsel!). suami saya juga begitu lugunya, begitu saja percaya kalau hari Kamis itu loket beasiswa Azhar buka, padahal sebenarnya tutup! Maafkan jika istrimu telah berdusta!

Akhirnya saya menyimpan kado itu. Saya bingung mau tulis apa di dalamnya. Tapi jika tangan saya sudah bergerak, kata-kata indah pun tak dapat saya tahan:
Jika ponsel itu Kaka pertahankan karena menyayangi memorinya
Maka Dinda berharap
Ponsel baru ini mengganti kedudukannya
Dengan memori yang lebih indah
Ponsel ini murah, tapi kenangannya lebih mahal dari apapun
Met ultah, Yang, moga lebih baik!

Karena saya istri yang tidak terlalu biasa, seperti yang saya bilang sebelumnya, di akhir kertas itu saya mau “sok keren”, dengan berbahasa perancis (suami saya lebih minat perancis daripada inggris) saya menulis:

Je vais a cote de vous pour toujours…

Artinya disensor yah, hihi,,,cari sendirilah, yang penting suami saya tahu!

Dan teruntuk suami saya, ayah dari anak-anak, saya hanya berpesan:
Jika tulisan ini telah dibaca olehmu, maka ambillah kado itu di kamar tidur. Di sebuah lemari dekat jendela, di samping lemari itu tergantung 3 buah tas. Dua tas krem, satu lagi tas hitam putih. Bukalah tas yang terakhir dan nikmati persembahan dari istrimu ini.

twins en si bapak

Tertanda,
Seorang istri yang baik hati, tapi suka ngomel, suka marah2, suka malas, dan suka ngambek